BUKIT RIMBANG BUKIT BALING

BUKIT RIMBANG BUKIT BALING

Kawasan Hutan Suaka Margasatwa (SM) Bukit Rimbang Bukit Baling merupakan kawasan konservasi yang memiliki kekuatan hukum berdasarkan SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau No. Kapts. 149/V/1982 tanggal 12 Juni 1982 dengan luas + 136.000 Ha. Berdasarkan letak geografis SM Bukit Rimbang Bukit Baling terletak pada 00 08’ – 00 37’ lintang selatan dan 1000 48’ – 1010 17’ Bujur Timur.
SM Bukit Rimbang Bukit Baling memiliki karakteristik yang khas yaitu merupakan tipe hutan hujan basah dataran rendah dengan keanekaragaman hayati tinggi yang menjadi habitat berbagai jenis satwa langka dan terancam punah, disamping itu juga sebagai penyangga sistem ekologis disekitarnya. SM Bukit Rimbang Bukit Baling, membentang sepanjang Bukit Barisan Bagian Tengah. Terletak di dua Kabupaten di Propinsi Riau, yaitu Sebagian besar di Kabupaten Kampar dan sebagian lainnya di Kabupaten Kuantan Sengingi. Daerah ini berbatasan dengan Proponsi Sumatera Barat.
Kelompok Hutan SM Bukit Rimbang Bukit Baling mayoritas mempunyai topografi berbukitan dengan kemiringan 25 % – 100 %. Daerah perbukitan yaitu Bukit Baling di Barat Daya kawasan dengan ketinggian + 927 m dpl dan Bukit Rimbang di sebelah utara kawasan dengan ketinggian + 1070 m dpl.
Deretan perbukitan juga menjadi batas alam kawasan dengan Propinsi Sumatera Barat. Perbukitan yang menjadi batas tersebut secara berangkai yaitu: Bukit Padang awan, Bukit Kulit Manis (1256 m dpl), Bukit Lempahan (1100 m dpl), Bukit Peninjauan Elok (1200 m dpl), Bukit Sigamai-gamai (1232 m dpl), Bukit Perhantian Gadang (1187 m dpl), Bukit Tobu ambar (785 m dpl), Bukit Lentik Tarik manarik (490 m dpl), Bukit Teranggang (774 m dpl), dan Bukit Pandan Abu (716 m dpl).
Kawasan SM Bukit Rimbang Bukit Baling merupakan daerah hulu dari dua Sub Daerah Aliran Sungai, yaitu Sungai Sibayang dan Sungai Singingi yang merupakan sub das dari DAS Kampar. Sungai Sibayang dan Sungai Singingi memiliki lebar 10 –30 meter dengan kedalaman saat surut lebih dari 1 meter.

Keanekaragaman Hayati
Fauna di dalam kawasan SM Bukit Rimbang Bukit Baling berasal dari berbagai kelas diantaranya kelas mamalia, Aves, Reptilia, Ampibia, dan Pisces. Beberapa spesies mamalia termasuk dalam katagori di lindungi seperti; Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), Harimau Dahan (Neofelis nebulose), Tapir (Tapirus indica), Rusa (Cervus unicolor), Kukang (Nycticebus coucang), Siamang (Hylobates syndactylus), Babi Hutan (Sus vitatus), Simpai (Presbitys melalophos), Lutung Dada Putih (Presbitys femoralis), Marang (Ratufa afinis), Napu (Tragulus napu) dan Beruang Madu (Helaectos malaynus).
Spesies-spesies dari kelas aves berjumlah 171 jenis, yang termasuk katogori dilindungi diantaranya: Elang (Elanus caeruleus), Prenjak (Prinia familiaris), Pelatuk (Celeus brachyurus), Berbagai jenis Rangkong (Famili Bucerotidae), Raja Udang (Alcedo atthis), Sesap madu (Anthreptes malaccensis), Murai (Coupsycus malabaricus), Alap-alap (Accipieter vigatus), Burung Hantu Besar (Bubo sumatranus), Bentet Coklat (Lanius schach), Kuau (Argusaianus argus).

KONDISI SOSIAL, EKONOMI, DAN BUDAYA MASYARAKAT

Sosial Masyarakat

Masyarakat mendiami wilayah tersebut telah berlangsung lama bahkan ada yang mulai menempati wilayahnya sejak jaman kerajaan baik kerajaan Kampar maupun kerajaan Kuantan. Wilayah tersebut bukan merupakan daerah transmigrasi.
Masyarakat sudah mulai melakukan interaksi dengan masyarakat lain, tetapi data tentang jumlah masyarakat yang melakukan datang dan pergi tidak terdapat di desa. Biasanya pendatang yang masuk ke desa harus mencari induk semang, menjadi bagian suku tertentu di desa. Biasanya penetapan sebagai bagian suku dilakukan oleh tokoh adat (datuk) yang ada. Setelah diangkat menjadi anak kemenakan dalam suku tertentu maka pendatang boleh menetap di desa tesebut.
Lembaga – lembaga informal yang terdapat di desa antara lain; lembaga adat, Kelompok tani, Arisan, Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), PKK dan Pengajian. Semua lembaga masih berjalan dengan baik, tetapi belum berjalan dengan maksimal. Masih perlu dilakukan pembinaan oleh aparat pemerintahan yang lebih tinggi.
Lembaga adat biasanya tidak berbentuk formal, keberadaan lembaga adat ini biasanya karena adanya suku-suku di desa. Setiap suku yang ada di desa mempunyai datuk dan ninik mamak tersendiri. Lembaga ini berfungsi untuk mengurus permasalahan adat saat :
– Pernikahan
Dalam acara penikahan anak kemenakan, ninik mamak sangat berperan dalam menentukan pelaksanaan dan tata cara adat penikahan.
– Persoalan Tanah (khusus tanah ulayat)
Keberadaan tanah ulayat biasanya di miliki bersama oleh suku-suku yang ada di desa. Permasalahan ulayat biasanya di tentukan oleh ninik mamak para suku dan melalui musyawarah para datuk.

– Hutan dan sungai
Masyarakat di desa biasanya mempunyai hutan dan sungai larangan yang tidak boleh melakukan pengambilan hasil hutan maupun hasil sungai. Larangan ini bisanya diwujudkan dalam bentuk ‘pagar’ (dipagar secara magic oleh datuk). Hutan dan sungai larangan biasanya di panen satu tahun sekali dan dilakukan oleh semua masyarakat di desa.

Pertambangan penduduk mengakibatkan ancaman tersendiri bagi keberadaan hutan-hutan di koridor (80 KK tidak punya lahan) di Desa Seberang Cengar. Dengan sendirinya masyarakat yang tidak memiliki lahan tersebut, sebagai mata pencaharian adalah mengambil kayu.
Dalam tabel 2 dapat dilihat penggunaan lahan yang terdapat di desa Aur Kuning dan Desa Batu Sanggang. Pola penggunaan lahan ini menjadi bagian tak terpisahkan dengan kondisi masyarakat.
Penggunaan tanah/lahan pada masyarakat di Kecamatan Kampar Kiri Hulu telah mengalami penggeseran seperti pada Bangunan/perkarangan mengalami peningkatan pada tahun 2000 berjumlah 1041,7 Ha dan pada tahun 2001 berjumlah 1042,9 Ha. Mengalami pengurangan pada Hutan negara, pada tahun 2000 berjumlah 59.909,7 dan pada tahun 2001 menjadi 59.856,2 Ha.
Di dalam tabel 3 juga memperlihatkan kondisi pembagian lahan di desa Kota Baru, desa Pangkalan Indarung, desa Lubuk Ambacang dan desa Seberang Cengar.
Dalam pengambilan keputusan atau mengkritisi kebijakan yang masuk ke desa masyarakat tidak secara langsung teribat namun mempercayakan kepada ninik mamak/pimpinan suku mereka untuk memusyawarahkannya dengan aparat desa serta pihak-pihak yang tekait. Peranan ninik mamak/pimpinan suku sangat mempengaruhi dalam pengambilan kebijakan di desa baik terhadap kebijakan yang dibuat oleh desa maupun kebijakan yang datang dari luar.
Fungsi dan peranan kaum perempuan dalam kehidupan sehari-hari secara umum adalah sebagai pengelola ekonomi rumah tangga dengan laki-laki sebagai kepala rumah tangga yang bertugas untuk mencari panghasilan, ada juga perempuan yang ikut mencari uang (menyadap karet) untuk menambah pemasukan rumah tangga. Dalam kehidupan sosial peran perempuan dianggap sama haknya dengan laki-laki, begitu juga dalam kehidupan berbudaya perempuan banyak terlibat dalam acara budaya yang tentunya sesuai dengan kemampuan dan kodratnya.

Ekonomi masyarakat

Pola Kepemilikan lahan dan pemanfaatan lahan
1. Lahan di desa merupakan tanah ulayat. Lahan tersebut digunakan masyarakat sebagai pemukiman dan perkebunan karet dan sawit (secara umum karet, sawit hanya sebagian kecil/ sedikit). Masyarakat mendiami wilayah tersebut sudah lama sejak jaman kerajaan.
2. Kecenderungan pemerintah, lahan atau hutan yang ada digunakan sebagai Suaka Margasatwa dan pelindungan Hidrologi untuk DAS Kampar dan DAS Singingi. Secara tata ruang juga telah di tetapkan sebagai kawasan lindung SM BRBB.
3. Hambatan yang dihadapi masyarakat dalam pemanfaatan lahan :
a. Untuk pemanfaatan lahan hutan lindung untuk perkebunan saat ini jelas tidak dibolehkan pemerintah sehingga masyarakat tidak lagi melakukan perambahan dan perluasan areal perkebunannya.
c. Hambatan yang kedua berasal dari gajah, babi dan binatang liar lainnya. Gajah-gajah liar yang berada di kawasan koridor sering merusak perkebunan masyarakat. Serta babi biasanya sering menghancurkan tumbuhan karet yang masih kecil.
4. Sedangkan Perusahaan cenderung memanfaatkan lahan ini untuk lahan HTI, HGU ataupun HPH, seperti yang terjadi sekarang untuk kawasan di sekitar SM BRBB, bahkan sekarangan sudah ada pertambangan batu bara, perkebunan kelapa sawit, HTI Alkasia PT. RAPP dan HTI Alkasia PT. Perawang Sukses Makmur.
Di desa Lubuk. Ambacang sedang dibangun jembatan menuju Desa Koto Kombu (koto kombu berbatasan dengan hutan) ancaman pada hutan untuk illegal logging, karena mudahnya sarana pengangkutan kayu. Keberadaan pembangunan jalan yang menghubungkan desa-desa di dalam kawasan SM BRBB. Akan mengurangi tutupan hutan baik secara langsung maupun tidak langsung. Kemudahan akses pengambilan kayu, menyebabkan perusakan hutan yang tidak dapat dihindarkan.
Mata Pencaharian Masyarakat yang utama adalah perkebunan karet, ada sebagian masyarakat yang kelapa sawit dan palawija. Perkebunan karet di dapatkan secara turun temurun dan cenderung karet alam (karet lama). Masyarakat tidak melakukan pengembangan tanaman baru karena lahan yang ada sudah masuk kawasan hutan lindung. Hampir seluruh masyarakat memiliki kebun karet dan hanya sebagian kecil saja yang tidak mempunyai kebun karena pekerjaanya sebagai pegawai atau guru.
Pola penyadapan karet yang salah (satu pohon lebih dari satu goresan perhari dan tidak teratur) mengakibatkan pohon karet cepat mati. Sekarang masyakat akan mecoba menanam pohon coklat.
Pendapatan masyarakat di desa ini beragam. Disebabkan keberagama pekerjaan masyarakat. Perkebunan disana hampir keseluruhan karet. Kalau panen penjualan karet maka penghasilan antara 9,2 juta/tahun – 12, juta/ tahun.
Penjualan karet masyarakat kepengumpul 2 kali seminggu. Sekali menjual ke pengumpul bisa 50 kg – 70 kg. Untuk buruh tebang 1 ton kubik kayu bergaji Rp. 7.000 – Rp.10.000 per orang. Satu hari itu 1 orang bisa menebang kayu rata-rata 7 – 8 ton. Satu kelompok penebang bisa menghasilkan kayu 10 – 15 ton kubik kayu. Pedagang pengumpul mendapatkan 1 juta – 3 juta/bulan.

Budaya Masyarakat

Struktur dan gelar adat masing-masing subetnis berbeda satu sama lain, tetapi biasanya masih menggunakan nama datuk sebagai sesepuh dari ninik mamak.
Struktur dan gelar adat hanya sebagian desa saja yang masih ada seperti di Pangkalan Indarung ; Datuk Bandaro sebagai kepala suku, Datuk Paduko Kayo sebagai bidang sosial dalam hubungan antar suku, Datuk Sanyato mengurus sengketa antara suku dan anak kemenakan. Di desa Kota baru juga terdapat struktur dan gelar adat seperti Datuk Penghulu sebagai kepala suku, Datuk Monti mengurus setiap acara-acara adat, Datuk Sanyato mengurus sengketa antar suku dan antar anak kemenakan. Di desa lubuk ambacang juga terdapat Datuk pucuk, Datuk penghulu berempat, Datuk Monti, datuk dubalang.
Beberapa ritual penting yang terdapat dalam masyarakat di desa Pangkalan Indarung seperti dilarang memburu Harimau. Pengambilan hasil hutan seperti madu sialang dengan menggunakan dukun. Dan secara ekologi yang dimiliki oleh desa tersebut adalah ;
– pelarangan menebang di hutan larangan
– Pelarangan penebangan hutan di bukit yang dikakinya (kaki bukit) terdapat rumah penduduk. Boleh ditebang yang sebaliknya.
– Pelarangan penebangan pohon sialang
– Pelarang pengambilan ikan larangan di sungai singingi
– Pelarangan menebang pohon-pohon besar.

Kearifan tradisional ini masih bertahan di desa Pangkalan Indarung, kecuali penebangan pohon besar, sekarang sudah tidak ada lagi. Kearifan tradisional ini masih bertahan karena didukung oleh ninik mamak, aparat desa tohoh masyarakat, masyarakat dan kaum muda. Bahkan yang sangat antusias dalam adat justru kebanyakan kaum muda. Pengaruh ninik mamak sangat besar dalam tata kehidupan masyarakat, bahkan lebih berpengaruh dari aparat desa. Otomatis adat masih bisa bertahan. Sanksi yang diberikan apabila ada pelangaranan adalah denda dan pencabutan hak dalam pengambilan keputusan di desa (dikucilkan dalan sosial).
Bentuk interaksi masyarakat dengan hutan pada umumnya merupakan interaksi ekonomi untuk mengambil hasil-hasil hutan; seperti Meranti, giam, madu sialang, karet alam dan juga untuk perladangan atau perkebunan baru. Untuk intraksi ekologi hanya sebatas pada sungai larangan yang di panen satu tahun sekali (desa pangkalan indarung dan Batu sanggang).
Masyarakat mengatakan bahwa mereka berhak menggunakan/memanfaatkan hutan selagi tidak merusak lingkungan, tidak melanggar aturan pemerintah dan aturan adat. Kecuali masyarakat luar yang masuk itupun harus ada persetujuan ninik mamak. Menurut masyarakat, pemerintah dan perusahaan juga berhak menggunakan /memanfaatkan hutan setelah ada musyawarah dengan ninik mamak dan sesuai dengan aturan.

Tinggalkan komentar